Rangkong Sulawesi: Penjaga Hutan dan Simbol Kesetiaan dari Langit Sulawesi
Kenali Rangkong Sulawesi (Aceros cassidix), burung endemik Sulawesi dengan paruh khas dan perilaku setia, penting untuk regenerasi hutan tropis.

- “Alo”  — dalam bahasa Bugis dan Makassar, digunakan untuk menyebut burung besar bersuara keras dari hutan.
- “Tando” atau “Tando’” — dikenal di sebagian kawasan pedalaman Luwu dan Tana Toraja, biasanya merujuk pada burung besar dengan suara “tok-tok” khas dari kejauhan.
- “Burung Bertanduk” — penyebutan populer berdasarkan ciri khas paruh dan helm (casque)-nya yang mencolok.
- “Tiong Buaya” — di beberapa wilayah Sulawesi Tengah, walau kadang merujuk ke jenis rangkong besar lainnya.
- Julang Sulawesi memiliki penampilan yang khas dan mudah dikenali:
- Ukuran tubuh besar, panjangnya bisa mencapai 100–120 cm.
- Paruh besar dan melengkung berwarna kuning keemasan hingga kemerahan, dengan balung (casque) besar mencolok di atas paruh—khususnya pada jantan.
- Kulit leher jantan berwarna merah terang, sedangkan betina memiliki leher biru keunguan.
- Bulu tubuhnya didominasi warna hitam mengkilap, dengan ekor putih.
- Iris mata jantan berwarna cokelat kemerahan, sedangkan betina putih kebiruan.
- Balung atau casque ini bukan sekadar ornamen. Ia berfungsi sebagai resonator suara, memperkeras panggilan khas mereka yang bergema di hutan.
- Betina masuk ke lubang sarang dan menyegel dirinya sendiri menggunakan campuran tanah, kotoran, dan makanan yang dikeringkan, hingga hanya menyisakan celah sempit.
- Selama masa pengeraman dan merawat anak, jantan akan bertanggung jawab penuh memberi makan betina dan anak-anaknya melalui celah sempit itu—bahkan selama berbulan-bulan.
- Betina baru keluar dari sarang setelah anak cukup besar untuk ikut keluar.
⚠️ Ancaman dan Status Konservasi
- Populasi Julang Sulawesi mengalami penurunan karena:
- Penggundulan hutan untuk pembukaan lahan dan perambahan kawasan.
- Perburuan liar, terutama untuk diambil balungnya sebagai hiasan atau dijual secara ilegal.
- Perdagangan satwa liar, menjadikannya target karena penampilannya yang eksotis.
- Fragmentasi habitat, membuat burung ini sulit mencari pasangan dan lokasi sarang.
- Perlindungan habitat alaminya, terutama di kawasan konservasi seperti TN Gandang Dewata, Cagar Alam Faruhumpenai, dan Kawasan Hutan Konservasi lingkup BBKSDA Sulawesi Selatan.
- Edukasi masyarakat untuk menghentikan perburuan dan mendukung perlindungan satwa liar.
- Monitoring populasi dan sarang alami, serta pengawasan kawasan secara berkala.
- Pengembangan model distribusi habitat berbasis data untuk mendukung kebijakan konservasi berbasis sains.
- Jangan membeli atau memelihara satwa liar, terutama spesies dilindungi seperti Julang Sulawesi.
- Dukung kebijakan dan program pelestarian hutan dan satwa liar.
- Edukasi orang sekitar agar lebih peduli terhadap pentingnya konservasi.
- Laporkan jika mengetahui aktivitas perburuan atau perdagangan satwa liar ke pihak berwenang.
Apa Reaksi Anda?






