Menjembatani Interaksi Negatif antara Manusia dengan Satwa Liar: Upaya Bersama Mewujudkan Koeksistensi yang Harmonis

Mamuju, 15–16 Juli 2025 — Interaksi negatif antara manusia dengan satwa liar (Human-Wildlife Conflict/HWC) menjadi persoalan yang semakin kompleks di wilayah Sulawesi Barat, terutama di sekitar kawasan konservasi seperti Taman Nasional Gandang Dewata (TNGD). Menyikapi hal tersebut, Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam (BBKSDA) Sulawesi Selatan bersama Forest Programme IV (FP IV) menyelenggarakan kegiatan Focus Group Discussion (FGD) Human-Wildlife Conflict Resolution selama dua hari di Grand Maleo Hotel & Convention, Mamuju

Jul 23, 2025 - 09:35
Jul 23, 2025 - 10:15
 25
Menjembatani Interaksi Negatif antara Manusia dengan Satwa Liar: Upaya Bersama Mewujudkan Koeksistensi yang Harmonis
Menjembatani Interaksi Negatif antara Manusia dengan Satwa Liar: Upaya Bersama Mewujudkan Koeksistensi yang Harmonis
hkan-2025
hkan-2025

SIARAN PERS

Nomor : SP. 20 /K.8/TU/Humas/7/2025

 

Menjembatani Interaksi Negatif antara Manusia dengan Satwa Liar: Upaya Bersama Mewujudkan Koeksistensi yang Harmonis

 

Mamuju, 15–16 Juli 2025 — Interaksi negatif antara manusia dengan satwa liar (Human-Wildlife Conflict/HWC) menjadi persoalan yang semakin kompleks di wilayah Sulawesi Barat, terutama di sekitar kawasan konservasi seperti Taman Nasional Gandang Dewata (TNGD). Menyikapi hal tersebut, Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam (BBKSDA) Sulawesi Selatan bersama Forest Programme IV (FP IV) menyelenggarakan kegiatan Focus Group Discussion (FGD) Human-Wildlife Conflict Resolution selama dua hari di Grand Maleo Hotel & Convention, Mamuju.

Kegiatan ini, menjadi momentum strategis yang mempertemukan perwakilan pemerintah, akademisi, LSM, sektor swasta, hingga komunitas dalam menyusun langkah-langkah konkret penanganan HWC, dengan pendekatan partisipatif dan kolaboratif.

Forum Group Discussion ini merupakan bagian dari implementasi program kerjasama Pemerintah Republik Indonesia dan Republik Federal Jerman dalam Forest Programme IV, yang fokus pada pemanfaatan hutan berkelanjutan dan pelestarian keanekaragaman hayati di Sulawesi Barat, khususnya TNGD.

Interaksi negatif antara manusia dan satwa liar seperti buaya muara yang muncul di area permukiman, kera jambul (Macaca tonkeana) yang merusak tanaman, serta dugaan penurunan populasi burung maleo yang menjadi ikon fauna Sulawesi Barat menjadi perhatian bersama yang harus direspon secara sistematis.

Diskusi yang berlangsung selama dua hari ini, menyoroti beberapa isu kunci yang menjadi penyebab dan tantangan dalam HWC di Sulawesi Barat, antara lain:

  • Alih fungsi lahan yang menyebabkan menyempitnya habitat satwa liar, terutama akibat ekspansi perkebunan sawit.
  • Kurangnya pemahaman SOP mitigasi dan adaptasi HWC di area perkebunan dan sektor swasta.
  • Kendala dukungan teknis dan proses perizinan atas lokasi penampungan buaya yang dikelola oleh masyarakat di Mamuju Tengah.
  • Kurangnya dukungan pelestarian spesies endemik burung maleo yang ditandai dengan populasi yang mulai jarang ditemui serta belum tersedua peta sebaran habitat.
  • Kurangnya koordinasi para pemangku kepentingan dalam penanganan kasus-kasus HWC dilapangan.
  • Kurangnya pemahaman masyarakat tentang satwa yang dilindungi 

Dari seluruh sesi diskusi, ditegaskan bahwa penyelesaian HWC membutuhkan pendekatan multipihak dan aksi nyata yang terstruktur. Beberapa rumusan FGD antara lain:

 -       Penyusunan dan Sosialisasi SOP Penanganan HWC

Diperlukan adanya pedoman teknis bagi masyarakat, aparat lapangan, dan perusahaan dalam menangani HWC secara aman dan sesuai hukum.

 -       Pemetaan dan Penetapan Koridor Satwa

Identifikasi areal bernilai konservasi tinggi (NKT) dan kantong habitat satwa, seperti burung maleo dan buaya, untuk dijadikan bagian dari daerah perlindungan satwa.

 -       Pelatihan dan Bimbingan Teknis

Penguatan kapasitas masyarakat, aparat, dan pelaku usaha melalui Bimtek penanganan HWC, termasuk edukasi hukum dan konservasi.

 -       Kolaborasi Edukasi dan Data Kehati

Pemerintah daerah didorong untuk bersinergi dengan BBKSDA dalam menyebarkan informasi mengenai jenis satwa dan tumbuhan dilindungi serta mendukung riset akademik.

 -       Penguatan Legalitas Penampungan Satwa

Penampungan yang dilakukan oleh masyarakat perlu dibantu dalam aspek perizinan, pelaporan, dan keberlanjutan agar sesuai dengan peraturan yang berlaku.

 -       Integrasi Aspek Konservasi dalam Pengelolaan Areal Perkebunan Swasta

Perusahaan perkebunan swasta diharapkan aktif dalam mitigasi HWC (membangun pagar pengaman, sign board, dll) serta melaporkan temuan satwa kepada pihak BBKSDA.

Kegiatan FGD ini menjadi bukti bahwa penyelesaian HWC tidak bisa dilakukan secara parsial. Semua pihak baik pemerintah, swasta, akademisi, maupun masyarakat memiliki peran penting dalam menciptakan harmoni antara manusia dan alam.

“Inti dari hidup damai adalah hidup berdampingan antara manusia dan satwa. Edukasi, perencanaan wilayah, dan kolaborasi menjadi kunci untuk mewujudkannya,” tegas Imanuel Jaya Lihu dalam penutupan FGD.

Semoga hasil diskusi ini dapat menjadi dasar kebijakan dan aksi nyata yang mendukung pelestarian keanekaragaman hayati, menjaga keselamatan masyarakat, serta memastikan keberlanjutan pembangunan di Sulawesi Barat.

 

Sumber Berita:

BBKSDA Sulawesi Selatan

Call Center BBKSDA Sulsel:

08114600883

Apa Reaksi Anda?

Suka Suka 2
Tidak Suka Tidak Suka 0
Cinta Cinta 0
Lucu Lucu 0
Marah Marah 0
Sedih Sedih 0
Wow Wow 0